Kehadiran desa wisata saat ini menjadi dilema tersendiri ditengah masyarakat. Dari segi pemanfaatan lingkungan, banyak desa yang konsep pemanfaatan lingkungannya kebablasan menjadi eksploitasi sumber daya alam. Kampanye tentang lingkungan hidup (green campign) tidak harus selalu dilakukan di perkotaan, tetapi perlu diingat juga bahwa orang-orang yang berada di garis depan permasalahan lingkungan; yaitu mereka yang berada di kaki gunung dan pedesaan. Saat ini mereka berada dalam kondisi harus memilih antara mengembangkan wisata alam atau merawat lingkungannya. Bagaimana mereka bisa melakukan keduanya secara bersamaan? Kepala Desa Ponggok Junaedhi Mulyono membangun Ponggok Green Library (Ponggy).
Desa Ponggok, Klaten, Jawa Tengah; salah satu desa wisata yang mahsyur disebut sebagai desa kaya—yang berhasil mengangkat warganya dari garis kemiskinan, menghadapi dilema serupa. Penghargaan dan sanjungan membuat warga Ponggok terpaksa harus melihat sisi lain dari mata uang yang mereka terima yaitu sampah, dan keberlanjutan sumber daya alam yang menjadi sumber mata pencaharian mereka.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Desa Ponggok, Junaedhi Mulyono, sejak tahun 2019 menginisiasi upaya untuk meningkatkan kapasitas literasi warganya yang dipercaya dapat menjadi jembatan desa Ponggok untuk mencapai “Ponggok Makmur Lestari”—yang merupakan pengejawantahan dari Sustainability Development Goals (SDGs).
“Kegiatan literasi saat ini telah mengalami perkembangan. Berbagai pihak telah berupaya mendukung program gerakan literasi nasional sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pendidikan. Upaya tersebut kami implementasikan di desa Ponggok melalui pembentukan dan pengelolaan perpustakaan desa dengan berbagai kegiatan di dalamnya yang sebisa mungkin dirancang agar dapat dijangkau oleh masyarakat. Harapan kami, program ini dapat menjadi tempat tumbuhnya simpul-simpul masyarakat yang literat.” Ujar Kepala Desa Ponggok, Junaedhi Mulyono saat ditemui beberapa saat lalu.
Penyematan kata “green” sebagai nama perpustakaan desa ini memiliki alasan tersendiri. Seperti yang diungkapkan relawan pengelola Ponggy, Atta Verin, kata “green” tersebut merupakan pengejawantahan dari visi misi Kepala Desa Ponggok, Junaedhi Mulyono yaitu “Ponggok Makmur Lestari 2025”.
Gagasan keberlanjutan yang dimulai dari gerakan literasi ini kemudian didukung oleh banyak pihak, salah satunya Pusur Institute dan CSR PT. Tirta Investama. Manager CSR PT. TIV Klaten, Rama Zakaria mengatakan, “mendukung literasi dengan fokus sustainability seperti yang dilakukan Desa Ponggok ini selaras dengan semangat dan misi TIV dalam mendorong gaya hidup berkelanjutan.” Beberapa waktu yang lalu beliau bersama tim menyumbangkan dua set perangkat komputer dan buku-buku anak kepada Ponggy; sebagaimana yang terlihat dalam gambar:
*Silvi Sri Mulyani | Ponggok Creative