Kehadiran desa wisata saat ini menjadi dilema tersendiri ditengah masyarakat. Dari segi pemanfaatan lingkungan, banyak desa yang konsep pemanfaatan lingkungannya kebablasan menjadi eksploitasi sumber daya alam. Kampanye tentang lingkungan hidup semestinya tidak harus dilakukan di perkotaan, tetapi harus juga digencarkan di garis depan permasalahan lingkungan; yaitu untuk mereka yang berada di pedesaan. Termasuk di Desa Ponggok yang saat ini berada dalam kondisi harus memilih antara mengembangkan wisata alam atau merawat lingkungannya.
Inisiasi kampanye lingkungan hidup tersebut kemudian dihadirkan oleh para pemuda Desa Ponggok yang tergabung dalam organisasi kepemudaan Karang Taruna Desa, Amreta Cetta. Melalui konsep wirausaha yang ramah lingkungan atau yang dikenal sebagai ecopreneurship para pemuda Desa Ponggok berupaya untuk mensosialisasikan kepada warga desa dan para pengunjung wisata Desa Ponggok tentang pentingnya menjaga lingkungan lewat penggunaan kemasan produk yang ramah lingkungan dan bebas plastik.
Seperti yang kita ketahui bahwa plastik merupakan jenis benda yang sulit terurai. Jenis plastik yang dijumpai tiap hari beragam, salah satunya kemasan plastik yang dipakai pada produk makanan dan menjadi penyumbang sampah terbesar di dunia.
Maka sebagai langkah awal untuk menjalankan program ecopreneurship, Karang Taruna Amreta Cetta melakukan sosial ekperimen di kawasan wisata Umbul Besuki dengan menjajakan jajanan bebas plastik; Kue Brownis bungkus takir (daun pisan). Sosial eksperimen ini dilakukan dengan meminta pendapat pengunjung dan pengelola wisata mengenai rasa dan taksiran harga yang pantas diberikan untuk kue tersebut.
Ternyata, penggunaan takir sebagai kemasan pengganti plastik justru meningkatkan harga jual dari kue brownis tersebut. Rata-rata pengunjung memberikan harga Rp. 5.000 – Rp. 7.000 untuk satu takir yang dijajakan. Padahal bahan baku takir cukup sederhana, murah, dan mudah ditemukan; daun pisang yang ada di halaman belakang rumah.
“Saya tidak menyangka sebelumnya pengunjung wisata disini akan memberikan patokan harga yang lumayan tinggi untuk kue brownis yang saya buat, hanya karena saya mengganti kemasan dari plastik ke takir. Memang sih pembuatan takir ini cukup memakan waktu, sebagai pemula saya membutuhkan sekitar 15 menit untuk membuat 1 takir. Tapi setelah terbiasa saya perlahan-lahan dapat menyelesaikannya dengan lebih cepat. Harapannya inisiasi kami ini dapat terus berlanjut dan dapat menginspirasi warga, terutama pemuda lain di Ponggok agar beralih menggunakan bahan-bahan alami dan ramah lingkungan untuk usahanya.” Ujar Yuli, anggota karang taruna yang menjadi produsen kue brownis.
Mengamini hal tersebut, Andra sebagai ketua karang Amreta Cetta mengatakan, “Melalui inisiasi dan gerakan kami ini, yaitu untuk mendukung wisata ramah lingkungan desa Ponggok sebagaimana visis Bopo Junaedhi Mulyono, kepala desa kami; menuju Ponggok makmur lestari, kami harap dapat turut serta untuk mengedukasi wisatawan dan pengelola wisata agar bisa beralih dari wisata konvensional ke wisata yang ramah lingkungan, dan karang taruna bisa menjadi inisiator wisata ramah lingkungan di Desa Ponggok.”
*Silvi Sri Mulyani | Ponggok Creative
cialis walmart
cialis from canada with a prescription topics – cialis online pharmacy india canada – cialis for the aged